Gunung yang melintasi tiga wilayah administratif, yaitu Kabupaten Cirebon, Kuningan, dan Majalengka, Jawa Barat, kini menjadi pusat perhatian. Gunung yang sebelumnya telah menjadi bagian integral dari kehidupan dan kepercayaan lokal kini menjadi sorotan karena cerita-cerita misterius yang mengitarinya.
Cerita-cerita mistis tentang gunung ini telah merajalela dan bahkan mencapai tingkat viralitas di media sosial. Mitos-mitos tersebut menciptakan ketertarikan dan rasa ingin tahu yang besar di kalangan masyarakat, menambah daya tarik dan aura misteri yang melekat pada Gunung ini.
Cerita Mistis Pendaki Gunung Ciremai
Cerita mistis pendaki gunung kali ini terjadi di Gunung Ciremai. Gunung ini terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka dengan ketinggian sekitar 3.078 mdpl.
Gunung ini menjadi salah satu gunung favorit pendaki, termasuk seseorang bernama Lukas Priyanto. Ia membagikan kisahnya mendaki bersama teman-temannya pada 1996 silam.
Keempat teman Lukas bernama Maulana Zaki, Hildan Rahmadi, Muhammad Raya, dan Ahmad Fajar. Lima sekawan tersebut, saat itu masih menduduki jenjang SMP.
Fajar mengajak keempat temannya untuk mengisi liburan Idul Fitri. Kelima orang itu tidak memiliki pengalaman mendaki gunung, sehingga hanya ingin ke puncak lalu pulang.
Kemudian pada malam mereka berkumpul, mereka berbincang tentang izin orang tua. Raya dan Hildan telah meminta izin tetapi tidak mengatakan pergi ke puncak Gunung Ciremai.
Sementara itu, Zaki meminta izin memuncak tetapi tidak diperbolehkan. Kemudian ia tetap bersikukuh mendaki gunung bersama teman-temannya. Fajar juga ternyata tidak diizinkan pergi ke puncak oleh orang tuanya. Kemudian Lukas tidak meminta izin sama sekali karena hanya naik gunung yang jaraknya dekat.
Keesokan harinya, usai sholat subuh, kelima orang ini berangkat ke puncak tanpa izin orang tua. Perbekalan mereka juga seadanya, seperti masing-masing membawa tas sekolah berisi tenda, snack, senter, roti, kopi, termos air panas, rokok, serta air mineral.
Mereka mendaki mulai jalur Linggarjati dan tidak melewati pos penjagaan. Kemudian mereka memasuki hutan rimba. Banyak pohon pinus menjulang tinggi.
Beberapa saat kemudian, mereka melihat gubuk dan memutuskan beristirahat sejenak. Ketika Lukas membakar rokok, ia melihat lelaki tua berpakaian seperti petani dan mengenakan camping.
Pria tua itu seakan menyiratkan perasaan marah dan mengatakan, “Jangan macam-macam di gunung ini!”.
Lukas pun mengangguk takut dan terdiam. Anehnya, keempat temannya justru biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa saat itu. Kemudian lelaki itu menghilang begitu saja.
Mereka kemudian melanjutkan perjalanan dan menemui jalur curam. Bebatuan banyak dan tanah yang licin membuat mereka kesulitan.
Perjalanan melelahkan itu pun membuat Lukas meminta istirahat sejenak. Namun Fajar mengatakan puncak Ciremai sudah cukup dekat dari tempat peristirahatan mereka.
Perjalanan pun dilanjutkan dan hari semakin gelap. Kabut turun menyelimuti hutan. Jarak pandang mereka pun sebatas lima meter saja dan Lukas merasa ada sesuatu di balik pohon yang besar.
Tiba-tiba ada sosok di balik kabut yang berjalan sebelumnya. Lelaki tua itu menghampiri Lukas dan mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya.
Lukas pun tertunduk dan meminta maaf. Lelaki tua itu pun kembali menghilang ditelan kabut pekat. Lukas kaget dan bingung kenapa lelaki itu hanya marah kepadanya.
Sementara Fajar dan lainnya merasa heran karena bagi mereka pria itu bersikap ramah dan memintanya berhati-hati. Beberapa saat kemudian, mereka pun melanjutkan perjalanan dan mencapai puncai Ciremai.
Mereka pun mendirikan tenda dengan jarak lima meter dari bibir kawah Ciremai. Setelah itu Lukas memutuskan merebahkan badan dan tiba-tiba Raya meminta dirinya menemani buang air kecil.
Lukas menolak karena kelelahan dan Raya pun ditemain Hildan. Lukas pun menunggu temannya yang tak kunjung kembali hingga 2 jam. Suasana pekat, gelap, dan angin kencang membuatnya ketakutan dan khawatir atas temannya.
Lukas pun menghampiri Fajar dan Zaki, tetapi Hildan dan Raya tidak ada. Kemudian, Lukas membangunkan Fajar dan Zaki. Mereka bertiga pun mencari Hildan dan Raya tetapi tidak ketemu. Kemudian mereka memutuskan mencari lagi ketika hari sudah mulai terang. Zaki dan Fajar tidur kembali.
Lukas yang masih terjaga pun mendengar suara adzan. Lukas pun bingung ia dapat mendengar suara adzan di atas gunung. Lukas pun menangis dan mencari temannya sekali lagi.
Lukas tetap tidak menemukan Hildan dan Raya bahkan jejak hewan juga tidak ada. Akhirnya pada pagi hari mereka memutuskan lapor ke pos jaga terkait peristiwa itu.
Tim SAR dan warga pun membentuk dua tim pencarian. Setelah proses pencarian yang rumit, di hari ke tujuh, Tim SAR pun menemukan pendaki yang tersangkut di bebatuan di bibir kawah Ciremai.
Dua pendaki itu adalah Hildan dan Raya yang sudah meninggal dunia. Mereka pun dibawa untuk diautopsi dan teman-temannya diperbolehkan melihat untuk memastikan apakah betul itu Hildan dan Raya.
Hasil autopsi mengungkapkan bahwa Raya tergelincir kemudian Hildan berusaha membantu. Namun keduanya terperosok ke kawah. Raya meninggal karena terbentur dan menghirup gas dari kawah. Hildan sempat bertahan satu hari tetapi karena tangan yang patah dan menghirup gas kawah, Hildan pun meninggal di hari kedua.
Larangan Air Seni Tak Boleh Terkena Tanah
Gunung Ciremai dihiasi oleh mitos menarik yang melibatkan larangan membuang air seni ke tanah. Konon, melanggar larangan ini dapat membawa musibah kepada pelakunya. Sebagai hasilnya, jalur pendakian Gunung Ciremai seringkali dipenuhi dengan dahan dan ranting pohon yang dihiasi dengan plastik atau botol plastik yang berisi air seni.
Fenomena ini menciptakan pemandangan yang unik dan memunculkan pertanyaan tentang kekuatan mitos serta sejauh mana masyarakat setempat mematuhi aturan yang diyakini membawa keberuntungan atau ketidakberuntungan.
Penggunaan plastik atau botol plastik untuk memenuhi larangan membuang air seni ke tanah di Gunung Ciremai menjadi manifestasi konkret dari kepercayaan dan tradisi lokal. Tindakan ini mencerminkan upaya masyarakat untuk menghormati mitos yang diyakini sebagai bagian penting dari kehidupan sehari-hari mereka.
Harimau Bermata Satu
Gunung Ciremai meresahkan dengan mitos tentang harimau bermata satu yang konon menjadikannya sarang. Dipercayai bahwa harimau ini merupakan tunggangan dan sekutu dari Nini Pelet, entitas misterius dalam kepercayaan setempat.
Menurut cerita, harimau bermata satu ini tinggal di antara rimbun ranting kering yang menyerupai goa di gunung tersebut, menciptakan citra misterius dan menakutkan. Mitos tentang harimau bermata satu di Gunung Ciremai menambahkan dimensi magis pada reputasinya sebagai gunung yang sarat dengan cerita mistis.
Keberadaan harimau ini menjadi bagian dari kisah-kisah yang terus diceritakan dari generasi ke generasi, menciptakan daya tarik dan rasa ingin tahu terhadap dunia mistis yang melingkupi gunung ini.
Blok Batu Lingga
Gunung Ciremai menghadirkan sejumlah pos atau blok yang diyakini memiliki aura mistis, dan salah satu yang paling terkenal adalah Blok Batu Lingga. Legenda lokal menyebutkan bahwa batu-batu di tempat ini dianggap sebagai lokasi pertapaan Nini Pelet, entitas mistis yang memiliki kekuatan gaib.
Blok Batu Lingga menjadi pusat perhatian dengan kepercayaan bahwa tempat ini dijaga oleh dua makhluk halus yang disebut Aki dan Nini Serentet Buntet, menambahkan nuansa mistis dan misteri pada lokasi tersebut.
Blok Batu Lingga di Gunung Ciremai dianggap sebagai tempat suci dan sakral. Kepercayaan ini menciptakan daya tarik spiritual bagi mereka yang datang ke tempat ini, mencari berkah atau merenung dalam keteduhan.
Kisah Nini Pelet
Gunung Ciremai tidak hanya dikenal sebagai puncak alam yang menakjubkan, tetapi juga diyakini sebagai singgasana kerajaan Nini Pelet, tokoh legendaris dengan kesaktian hebat, terutama dalam bidang percintaan.
Dalam bukunya berjudul ‘Rahasia Pelet’ Masruri menjelaskan bahwa Nini Pelet adalah sosok yang memiliki kekuatan gaib yang luar biasa, khususnya dalam merajut kisah asmara. Menurut legenda, Nini Pelet berhasil merebut kitab ‘Mantra Asmara’ ciptaan tokoh sakti bernama Ki Buyut Mangun Tapa.
Cerita tentang Gunung Ciremai sebagai singgasana kerajaan Nini Pelet menambahkan sentuhan magis pada keindahan alam gunung ini. Kepercayaan terhadap kekuatan gaib Nini Pelet menciptakan aura mistis yang mengelilingi gunung tersebut.
Menghentakkan Kaki ke Tanah Sebanyak Tiga Kali
Menurut Juru Kunci Gunung Ciremai, terdapat suatu ritual yang diyakini dapat melindungi seseorang dari gangguan makhluk halus dan memastikan keselamatan, terutama bagi mereka yang ingin mendaki gunung ini. Ritual ini melibatkan tindakan sederhana yaitu dengan menjalankan langkah-langkah tertentu.
Setiap pengunjung yang datang diminta untuk menjatuhkan kaki ke tanah sebanyak tiga kali, dan kemudian mengucapkan salam. Keyakinan ini menciptakan suatu tindakan simbolis yang dianggap dapat memperoleh perlindungan dari kekuatan gaib yang mungkin ada di sekitar Gunung Ciremai.
Ritual menjatuhkan kaki ke tanah dan mengucapkan salam ini menggambarkan kedalaman kepercayaan dan kearifan lokal terhadap hubungan antara manusia dan alam gaib. Bagi Juru Kunci dan masyarakat setempat, ritual ini menjadi bagian penting dari penghormatan terhadap kekuatan alam dan keberadaan makhluk halus yang melingkupi Gunung Ciremai.
Suara Gamelan yang Membuat Bulu Kuduk Berdiri
Salah satu cerita mistis yang sering menjadi topik pembicaraan di kalangan pendaki adalah pengalaman mendengar suara gamelan Jawa di puncak gunung ini. Mitos ini menciptakan aura magis dan misteri yang melingkupi Gunung Ciremai, menambahkan dimensi mistis pada pengalaman pendakian.
Pendaki yang mendengar suara gamelan ini sering merasa terpanggil untuk mencari sumbernya, hanya untuk menemui diri mereka terperangkap dalam keadaan yang sulit dijelaskan secara rasional. Fenomena ini menciptakan kesan bahwa gunung ini bukan hanya sekadar tempat pendakian fisik, tetapi juga ruang spiritual yang sarat dengan kehadiran gaib.
Mitologi suara gamelan Jawa di Gunung Ciremai memberikan wawasan tentang bagaimana kearifan lokal dan kepercayaan mistis meresapi kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitarnya. Cerita-cerita seperti ini juga menciptakan ikatan emosional antara pendaki dengan alam dan budaya lokal.
Keberadaan Jalak dan Tawon Berwarna Hitam
Gunung Ciremai menjadi saksi dari mitos menarik yang berkisah tentang kehadiran jalak hitam, yang konon selalu muncul seperti hewan penjemput di pos pengalap. Legenda ini mengisahkan bahwa jalak hitam ini setia mengikuti pendaki sepanjang perjalanan mereka, mulai dari pos pengalap hingga mencapai puncak tertinggi Gunung Ciremai, yang dikenal sebagai Seruni.
Jalak hitam tersebut menjadi semacam pendamping spiritual yang hadir untuk memandu dan menemani perjalanan pendaki. Namun, kehadiran jalak hitam ini juga diiringi oleh elemen mistis lainnya, yaitu tawon hitam yang selalu mengganggu para pendaki.
Kehadiran tawon hitam ini menambahkan dimensi misteri dan tantangan selama perjalanan mendaki Gunung Ciremai. Mitos ini menciptakan narasi yang memadukan hubungan antara alam dan makhluk-makhluk gaib, memperkaya pengalaman spiritual dan keajaiban alam di kawasan gunung ini.